Kuliah Pemikiran Sesi 13: Simfoni Intelektual Nusantara-Malaya di Era Digital

katasulsel@gmail.com
27 Jul 2025 03:27
3 menit membaca

Kataandoolo.com – Di tengah sorot layar yang dingin namun penuh gairah intelektual, Kuliah Pemikiran sesi ke-13 yang digelar Jumat, 25 Juli 2025, menyuguhkan sebuah lanskap baru dalam dialektika keilmuan lintas batas. Gelaran virtual ini menjadi ruang bertemunya semangat akademik Nusantara dengan kebijaksanaan peradaban Melayu, lewat kehadiran Prof. Madya Dr. Azhar Jaafar, cendekiawan Malaysia yang kini menjabat sebagai Pengarah Institut Peradaban Islam Antarabangsa, UCYP Universiti Malaysia.

Bukan sekadar webinar biasa. Sesi ini terasa seperti perjamuan gagasan, tempat ilmu dan visi bertukar tempat di ruang maya. Seolah kehadiran Prof. Azhar membawa embusan angin dari Menara Kembar Petronas ke layar-layar para peserta di seluruh penjuru Indonesia. Dari Surakarta hingga Makassar, dari Pancor sampai Bondowoso, dan dari Konawe Selatan hingga Bima, ratusan partisipan dari institusi pendidikan tinggi hadir bukan hanya untuk menyimak, tapi menyatu dalam percakapan ilmiah yang menghidupkan kembali semangat hadharah dalam dunia pendidikan.

Sesi ini memang unik. Tak hanya karena narasumbernya lintas negara, tetapi juga karena dinamika pertukaran ide yang terjadi. Dengan gaya tutur yang khas dan referensi lintas zaman, Prof. Azhar membedah isu-isu kontemporer dalam peradaban Islam global, sambil mengajak peserta menyusuri akar-akar historis dan tantangan epistemologis yang kini dihadapi. Diskursus yang diusungnya bukan sekadar akademik, tapi menyentuh sisi praksis kehidupan umat, dalam konteks globalisasi, hibriditas budaya, dan postkolonialitas.

“Ini bukan sekadar kuliah,” ujar Ismail Suardi Wekke, direktur IUCSRS sekaligus Rektor IAI Rawa Aopa Konawe Selatan. “Ini adalah pertemuan lintas nalar dan nurani. Kami berterima kasih kepada STIT Sunan Giri Bima dan UCYP Malaysia yang telah membuka ruang ini.”

Tak heran bila sesi tanya jawab berlangsung hidup, reflektif, dan menjurus ke arah critical pedagogy—pendekatan pendidikan yang tak hanya menyampaikan, tetapi juga mengusik kesadaran dan menggugah kepekaan sosial. Para partisipan, dari dosen hingga mahasiswa, terlibat aktif dalam membedah pemikiran dan memformulasikan ulang relevansi nilai-nilai Islam dalam menghadapi tantangan zaman.

Kuliah Pemikiran ini sejatinya adalah bagian dari ikhtiar membangun ekosistem keilmuan yang transformatif. Ia menjadi laboratorium gagasan, tempat bertemunya tradisi ilmiah klasik dengan teknologi digital masa kini. Sebuah ruang antara—liminal space—di mana identitas keilmuan diredefinisi, dan kolaborasi lintas institusi menjadi keniscayaan.

“Antusiasme ini menjadi energi bagi kami untuk terus menghadirkan narasumber yang mencerahkan dan topik-topik yang bermakna,” demikian disampaikan panitia penyelenggara.

Sebagai penutup, panitia mengumumkan bahwa Kuliah Pemikiran akan berlanjut ke sesi ke-14. Sebuah janji intelektual yang mengisyaratkan bahwa diskusi dan perenungan tidak pernah usai. Karena dalam dunia akademik, perjumpaan adalah awal dari perjalanan panjang menuju transformasi.

Sementara itu, nama Prof. Madya Dr. Azhar Jaafar kini tertulis sebagai bagian dari narasi besar pertukaran keilmuan antara dua bangsa serumpun. Di era ketika batas geografis mengabur oleh jaringan digital, justru semakin terasa pentingnya membangun jembatan pengetahuan yang tidak hanya menyambungkan, tetapi juga memperkuat. (*)

Editor: Edy Basri

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x
x